HarianLampung.co.id – Lesty mengungkapkan bahwa penangguhan kasus kekerasan seksual terhadap anak dapat berdampak negatif pada penegak hukum. Menurutnya, penegak hukum dapat melakukan perbuatan tersebut namun dengan adanya uang jaminan, kasus tersebut dapat ditangguhkan. Hal ini seharusnya tidak terjadi, karena penanganan kasus kekerasan seksual terhadap anak harus sesuai dengan UU No. 12 Tahun 2023 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual.
Pelaku yang bekerja sebagai guru bahasa Arab harus diberikan hukuman berat jika terbukti melakukan kekerasan seksual terhadap anak didiknya. Sebagai tenaga kependidikan, mereka seharusnya melindungi dan mencegah kekerasan seksual, bukan malah melakukan pelecehan seksual kepada anak muridnya.
Lesty menekankan bahwa pelecehan seksual yang dilakukan bukan hanya sekali, tetapi sudah tiga kali. Oleh karena itu, pelaku harus diberikan hukuman yang pantas dan setimpal, bukan ditangguhkan dengan alasan tertentu. Keamanan korban harus diutamakan, dan kepolisian harus memberikan perlindungan sementara kepada korban secepatnya setelah menerima laporan tindak pidana kekerasan seksual.
Selain itu, Lesty juga menyoroti pentingnya pembatasan gerak pelaku untuk menjauhkan pelaku dari korban. Hal ini bisa dilakukan oleh kepolisian dengan berkoordinasi dengan Lembaga Perlindungan Saksi Korban (LPSK) dan UPTD PPA (Perlindungan Perempuan dan Anak).
Lesty berharap pihak kepolisian dapat mencabut penangguhan kasus ini, mengingat korban akan mengalami trauma yang mendalam akibat perbuatan pelaku. Sebagai tenaga pendidik, pelaku seharusnya memberikan rasa aman dan nyaman kepada siswanya, bukan melakukan tindakan yang tidak terpuji.